You are currently viewing “Anuitas vs Manfaat Berkala merupakan pilihan yang tidak mudah bagi peserta setelah masuk usia pensiun“

“Anuitas vs Manfaat Berkala merupakan pilihan yang tidak mudah bagi peserta setelah masuk usia pensiun“

Oleh : Budi Sutrisno, Direktur Utama Dana Pensiun BCA

Jakarta, dapengpib.com –Dalam rangka mengakselerasi proses transformasi pada sektor perasuransian dan dana pensiun agar menjadi sektor industri yang sehat, kuat dan mampu tumbuh secara berkelanjutan sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, menjelang akhir tahun 2023 Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan 4 POJK baru, salah satunya menyangkut masalah Anuitas dan Manfaat Berkala yang di akselerasi dari seumur hidup menjadi minimal 10 tahun ( diatur dalam POJK No 27 tahun 2023 ).

Adapun rincian ke 4 ( empat ) POJK tersebut adalah :

  1. POJK Nomor 20 tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah, dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah;
  2. POJK Nomor 23 tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah;
  3. POJK Nomor 24 tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi; dan
  4. POJK Nomor 27 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Usaha Dana Pensiun.

POJK Nomor 27 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Usaha Dana Pensiun memuat ketentuan pelaksanaan dari beberapa amanat pengaturan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Beleid tersebut merupakan penyesuaian atas beberapa POJK yang telah ada sebelumnya, mengenai pendanaan dana pensiun, investasi dana pensiun, serta POJK mengenai iuran, manfaat pensiun, dan manfaat lain.

Dari sisi investasi, POJK tersebut memuat ketentuan yang bertujuan untuk mendorong penguatan tata kelola investasi dana pensiun agar terselenggara secara lebih prudent, melalui persyaratan kompetensi bagi pengurus dana pensiun, serta persyaratan tambahan terkait penempatan investasi yang cenderung berisiko tinggi, diantaranya: Reksa Dana PenyertaanTerbatas (RDPT), Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA), Medium-Term Notes (MTN), dan Repurchase Agreement (REPO). Dari sisi pembayaran manfaat pensiun, POJK dimaksud juga memuat ketentuan mengenai pembayaran manfaat pensiun secara berkala yang dapat dibayarkan secara langsung oleh dana pensiun, atau dengan membeli produk anuitas yang menyediakan pembayaran manfaat pensiun paling singkat selama 10 tahun.

POJK 27 TAHUN 2023 Tentang Penyelenggaraan Usaha Dana Pensiun

POJK Nomor 27 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Usaha Dana Pensiun menyatakan bahwa peserta Janda/Duda, atau anak dapat memilih pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala dengan cara: dibayarkan oleh Dana Pensiun; dan/atau memilih untuk membeli anuitas atau anuitas syariah dari perusahaan asuransi jiwa atau perusahaan asuransi jiwa syariah.

PPMPPPIPDPLK
Pasal 39 (3) Peserta, Janda/Duda, atau anak dapat memilih pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara: dibayarkan oleh Dana Pensiun; dan/atau memilih untuk membeli anuitas atau anuitas syariah dari perusahaan asuransi jiwa atau perusahaan asuransi jiwa syariah.  Pasal 56 (3) Peserta, Janda/Duda, atau anak dapat memilih pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara: dibayarkan oleh Dana Pensiun; dan/atau memilih untuk membeli anuitas atau anuitas syariah dari perusahaan asuransi jiwa atau perusahaan asuransi jiwa syariah.  Pasal 70 (3) Peserta, Janda/Duda, atau anak dapat memilih pembayaran Manfaat Pensiun secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara: dibayarkan oleh Dana Pensiun; dan/atau. memilih untuk membeli anuitas atau anuitas syariah dari perusahaan asuransi jiwa atau perusahaan asuransi jiwa syariah.  

Untuk PPIP pada pasal 56 (4) poin a dan pasal 56 (5), baik manfaat berkala maupun anuitas harus memiliki periode paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

Demikian pula untuk DPLK pada pasal 70 (4) poin a dan pasal 70 (5), baik manfaat berkala maupun anuitas harus memiliki periode paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

Sedangkan untuk PPMP, pada pasal 39 (4) poin a, jika “dibayarkan oleh Dapen secara berkala dengan nilai tetap atau meningkat dilakukan pembayaran untuk seumur hidup”, dan jika peserta memilih membeli anuitas, anuitas tersebut harus memiliki periode paling singkat 10 (sepuluh) tahun (pasal 39 (5)).

Permasalahan yang menyelimuti industri jaminan hari tua salah satunya berkaitan dengan produk anuitas perusahaan asuransi jiwa. Namun beberapa perusahaan asuransi jiwa yang memiliki produk tersebut sangat terbatas dan beberapa mengalami gagal bayar, sehingga peserta dana pensiun dirugikan atas pembelian produk anuitas tersebut. Peserta Dapen tidak memiliki pilihan yang cukup dalam menentukan pembelian anuitas pada perusahaan asuransi jiwa yang sesuai.

Kebimbangan peserta pensiun akan uang pensiunnya saat ini menjadi dilema karena untuk peserta dengan saldo diatas Rp 500 juta (setelah diambil manfaat sekaligus 20%) harus dihadapkan pada pilihan yang mengkhawatirkan untuk memilih produk anuitas yang dapat dipercaya dan aman minimal 10 tahun mendatang.

Bagaimana dengan Program Manfaat Berkala yang seharusnya dapat dilaksanakan oleh DPPK PPIP ? Pada kenyataannya belum dapat berjalan mulus, karena tidak semua DPPK PPIP mau menjalankan program tersebut sehubungan dengan berbagai pertimbangan, baik dari segi kesiapan sistem, sumber daya, prosedur dll, serta masalah perpajakan yang sampai saat ini masih terdapat perbedaan dengan produk anuitas pada perusahaan asuransi jiwa.

Pajak untuk Anuitas dan Pembayaran Manfaat Berkala

Pajak Anuitas

Sesuai dengan PMK 16/PMK.03/2010, tentang tata cara pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.

pasal 2 (1)

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.

pasal 2 (2)

Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

pasal 2 (3)

Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  • Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia;
  • Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus;
  • pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup.

pasal 8 (1)

Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.

pasal 8 (4)

Pada saat perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Produk anuitas tidak dikenakan Pph oleh perusahaan asuransi jiwa, Mengapa demikian ? karena :

  • pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup merupakan Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.
  • peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.
  • Manfaat Pensiun yang dibayarkan sekaligus terkena Pph 21 final (5%) dimana Pph tersebut terhutang dan dibayarkan pada saat dilakukan pembayaran (dipotong diawal).

Pajak Manfaat Berkala

Tarif efektif sesuai PMK 168 TAHUN 2023 sesuai contoh pada hal 46-47, yaitu dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan dari bulan pertama diterima sampai bulan November menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) dan pada bulan Desember dihitung kembali dengan pajak progresif Pph 17 (1).

Kompleksitas implementasi Program Manfaat Pensiun Berkala bagi DPPK PPIP.

Tidak banyak DPPK PPIP yang telah menjalankan program manfaat berkala saat tulisan ini dibuat, karena kesiapan sistem, sumber daya, prosedur dll, yang ujung-ujungnya berpengaruh terhadap cost & benefit dari Dapennya. Demikian pula dengan pekerjaan administrasi yang dimulai dari penyediaan formulir pendaftaran sampai dengan transfer setiap bulan ke rekening peserta, belum lagi pengkinian data sampai ahli waris secara periodik dimana hal-hal tersebut akan di lakukan sampai dengan minimal 10 tahun kedepan.

Perlu diingat bahwa peserta Manfaat Berkala adalah peserta yang sudah tidak bekerja lagi di perusahaan Pendiri Dapennya, sehingga semua komunikasi langsung berhubungan dengan Dapennya. Secara otomatis tanggung jawab Dapen akan lebih berat.

Demikian pula dengan administrasi perpajakan jika produk manfaat berkala ini masih tidak diperlakukan sama dengan anuitas yang pajaknya dipotong final didepan.

Di samping Dapen harus melakukan transfer secara bulanan kepada peserta, Dapen harus :

  • membuat bukti potong per bulan dan per peserta
  • menyetor Pph yang dipotong maksimal setiap tanggal 10 bulan berikutnya
  • Melaporkan Pph yang dipotong melalui e-bupot maksimal tanggal 20 bulan berikutnya
  • Membuat SPT tahunan setiap peserta dan mengirimkannya.

Penutup

Manfaat pensiun yang diharapkan peserta akan cair setelah memasuki usia pensiun ternyata saat ini menjadi sesuatu yang membingungkan bagi peserta untuk mencairkannya, karena mereka harus memilih perusahaan asuransi jiwa yang memiliki produk anuitas minimal 10 tahun. Mereka tidak yakin akan perusahaan asuransi ( trauma masa lalu ) dan pilihan Perusahaan Asuransi sangat terbatas saat ini yang menjual produk tersebut.

Sebenarnya mereka lebih yakin dengan Dapennya saat ini yang telah terbukti mengelola uang pensiunnya sampai peserta masuk ke usia pensiun. Namun belum tentu Dapennya memiliki produk manfaat berkala.

Produk manfaat berkala sendiri belum dapat dikatakan lebih menguntungkan dari program anuitas 10 tahun atau malah sebaliknya. Tetapi belum ada riset yang membandingkan produk tersebut karena masih ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan terutama dari ketentuan perpajakan.

Masa transisi anuitas seumur hidup dengan anuitas 10 tahun tanpa surrender akan berjalan cepat atau malah sepi peminat bagi pengelola? Demikian pula apakah Dapen akan mempercepat peluncuran produk manfaat berkalanya ?. Kita semua berharap ada titik terang dari perpajakan yang memperlakukan sama dengan produk anuitas 10 tahun, semoga… (ap)